B
|
erjalan, tanpa
arah. Lurus meski terkadang nengok. Terus meski aku nggak tau akan kemana. Tak
berhenti meski aku nggak tau sampai kapan. Namun, aku tetap menikmati, aku
tetap berjalan. Mungkin di ujung jalan sana aku akan menemukannya.
Dulu, aku
selalu berpikir semuanya mudah. Sampai-sampai aku nggak tahu bagaimana caranya
untuk hidup susah. Nggak tau cara untuk menangis. Nggak tau cara untuk
berjuang. Sampai suatu saat aku terjatuh, aku nggak tau cara untuk bangkit.
Bagaimana hidup nggak selalu mulus, nggak selalu indah kaya film-film di telivisi,
pada akhirnya Tuhan mengajariku. Ya, memang kadang kamu harus merasakan
nikmatnya memiliki dan pedihnya kehilangan.
***
Saat aku
berjalan tanpa arah, aku memang nggak pernah tau dimana jalan ini akan
berujung. Aku membuang beribu waktu untuk kesenangan, yang aku dapat tanpa
usaha. Ya, aku nggak pernah ngrasa sakit sedikitpun. Karena semua yang aku
inginkan bisa aku miliki. Tapi tidak untuk satu tahun berikutnya.
Mungkin hanya sampai
besok, lusa, atau tahun depan, kalau Tuhan berbaik hati, aku bisa merasakan
indahnya memiliki. Menyayangi yang utuh. Tertawa yang bahagia. Kalau Dia
mengijinkan, aku ingin merasakannya dua tahun lagi. Tapi mungkin nggak bisa. Pagi
ini adalah pagi di hari ke 15 bulan Januari. Dokter bilang, mungkin pagi ke 1
di bulan Februari, aku sudah nggak bisa merasakan sejuk embunnya. Di sana,
jalan itu berujung. Memiliki hanya akan menjadi kenangan. Dalam mimpi yang
abadi aku akan mengingatnya, atau mungkin juga melupakannya. Nanti, di tempat
yang berbeda, sangat berbeda, aku akan melihat dia dan mereka menangis. Saat itu, aku akan
memiliki sebuah yang menyedihkan, yang kau sebut ‘kehilangan’.
0 komentar:
Posting Komentar